Banjir Tasikmalaya: 1.011 Rumah Terendam, Satu Warga Lansia Meninggal

favicon
×

Banjir Tasikmalaya: 1.011 Rumah Terendam, Satu Warga Lansia Meninggal

Sebarkan artikel ini
Banjir Tasikmalaya: 1.011 Rumah Terendam, Satu Warga Lansia Meninggal

Kabupaten Tasikmalaya kembali berduka. Hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak Selasa malam hingga Rabu malam (21 Mei 2025) memicu banjir bandang yang merendam lebih dari 1.011 rumah warga di Kecamatan Sukaresik. Bencana ini bukan hanya menyebabkan kerugian material yang signifikan, tetapi juga merenggut nyawa seorang warga lansia, Siti Aminah (75), yang terbawa arus Sungai Citanduy. Kejadian ini mengingatkan kembali akan kerapuhan masyarakat setempat menghadapi bencana banjir musiman yang seolah tak pernah usai.

Banjir kali ini melanda empat kampung di Desa Tanjungsari, Sukaresik, dan juga wilayah Panumbangan di Kabupaten Ciamis. Luapan air dari Sungai Citanduy dan Cikidang dengan cepat merendam permukiman, memaksa ribuan warga mengungsi dan meninggalkan harta benda mereka. Camat Sukaresik, Asep Nurcahyo, menggambarkan situasi yang pelik ini, menyebutkan bahwa banjir telah menenggelamkan 53 hektare lahan pertanian dan 36 hektare areal perkebunan, sumber penghidupan utama bagi banyak warga di sana. “Sejumlah warga terpaksa mengungsi dan satu warga lansia dinyatakan meninggal dunia akibat tenggelam usai terbawa arus. Secara keseluruhan, ada 4.122 jiwa yang terdampak. Kemudian ada 1.011 rumah yang terendam, 36 hektare kebun, dan 53 hektare sawah,” jelas Asep saat meninjau langsung lokasi bencana.

Kisah tragis Siti Aminah menjadi sorotan utama dalam bencana ini. Warga Desa Sukaratu, Kecamatan Sukaresik, tersebut ditemukan meninggal dunia setelah diduga terpeleset dan terjatuh ke dalam sungai saat sedang mencari ikan di tengah banjir. Upaya penyelamatan yang dilakukan terlalu terlambat, dan Siti Aminah tidak dapat diselamatkan. “Iya benar, tadi kami sudah monitoring ke lokasi kejadian. Korban meninggal itu saat sedang mencari ikan di tengah banjir, korban terpeleset dan tenggelam terbawa arus sungai, sehingga nyawanya tidak tertolong,” imbuh Asep, dengan nada menyesal. Kehilangan Siti Aminah menjadi pukulan berat bagi komunitas Sukaresik, menambah daftar panjang duka akibat bencana alam yang kerap menghantui wilayah ini.

Ribuan warga yang terdampak banjir kini berlindung di posko pengungsian yang didirikan oleh pemerintah setempat. Namun, sebagian lainnya memilih untuk menginap di rumah kerabat, berharap banjir segera surut dan mereka dapat kembali ke rumah masing-masing. Kondisi di posko pengungsian terlihat memprihatinkan. Warga membutuhkan bantuan makanan, minuman bersih, pakaian hangat, dan obat-obatan. Relawan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan pemerintah daerah bahu-membahu memberikan bantuan dan dukungan kepada para pengungsi. Namun, tantangan terbesar tetaplah bagaimana memastikan ketersediaan logistik yang memadai untuk memenuhi kebutuhan ribuan pengungsi dalam jangka waktu yang tidak pasti.

Kerugian material akibat banjir ini diperkirakan sangat besar. Selain ribuan rumah yang terendam, fasilitas umum seperti masjid dan sekolah juga terdampak. Lumpur tebal mengotori jalanan, rumah, dan bangunan lainnya. Proses pembersihan dan perbaikan akan membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Asep Nurcahyo mengakui bahwa meskipun pemerintah telah berupaya melakukan berbagai mitigasi bencana, seperti pengerukan sungai, pembuatan sodetan, dan pembentengan, luapan air di kedua sungai tersebut masih sering terjadi. “Namun, surutnya banjir terbilang cepat apabila hujan reda dan debit airnya sudah mengecil,” ujarnya, mencoba memberikan sedikit harapan di tengah situasi yang suram.

Banjir di Kampung Bojongsoban, Hegarsari, Cicalung, dan Mekarsari, Desa Tanjungsari, Kecamatan Sukaresik, menjadi contoh nyata betapa dahsyatnya dampak banjir bagi masyarakat setempat. Ketinggian air mencapai 1,5 meter, memaksa ratusan rumah terendam dan sebagian masyarakat mengungsi ke lokasi yang lebih aman. Kepala Desa Tanjungsari, Amas, menceritakan pengalaman menegangkan saat ia dan warga lainnya melakukan evakuasi terhadap seorang warga sakit menggunakan tandu. “Jadi saat evakuasi warga sakit tadi, lokasinya berada di gang perkampungan yang tidak bisa diakses perahu evakuasi. Kami membuat tandu untuk menerjang banjir dan membawanya ke lokasi aman,” jelas Amas kepada wartawan di lokasi banjir. Evakuasi tersebut menunjukkan betapa sulitnya mengakses wilayah terdampak banjir dan betapa pentingnya kesiapan masyarakat dalam menghadapi situasi darurat.

Bencana banjir di Tasikmalaya ini kembali menyoroti pentingnya penataan ruang yang berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Pembangunan yang tidak terkendali, alih fungsi lahan, dan kerusakan hutan menjadi beberapa faktor yang memperparah dampak banjir. Sungai-sungai yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan, kini menjadi sumber bencana karena sedimentasi dan penyempitan akibat pembangunan di sepanjang bantaran sungai. Pemerintah daerah dan pusat perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi masalah ini, mulai dari penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang, rehabilitasi lahan kritis, hingga peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.

Selain itu, sistem peringatan dini bencana juga perlu ditingkatkan. Informasi mengenai potensi banjir harus disampaikan secara tepat waktu dan akurat kepada masyarakat, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan mengamankan harta benda mereka. Pelatihan kesiapsiagaan bencana juga perlu dilakukan secara rutin, melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pemuda. Dengan meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana, diharapkan dapat mengurangi risiko kerugian jiwa dan harta benda.

Bantuan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk membantu masyarakat Tasikmalaya bangkit dari bencana ini. Bantuan tidak hanya berupa materi, tetapi juga berupa dukungan moral dan semangat untuk membangun kembali kehidupan yang lebih baik. Solidaritas dan kepedulian dari seluruh masyarakat Indonesia menjadi kunci untuk mempercepat proses pemulihan pasca-bencana. Pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan dunia usaha perlu bersinergi untuk memberikan bantuan yang efektif dan tepat sasaran.

Kejadian banjir di Tasikmalaya ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Bencana alam tidak mengenal waktu dan tempat, dan dapat menimpa siapa saja. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu waspada, mempersiapkan diri, dan saling bahu-membahu dalam menghadapi bencana. Selain itu, kita juga perlu melakukan refleksi mendalam terhadap penyebab bencana dan mencari solusi yang berkelanjutan untuk mencegah terjadinya bencana serupa di masa depan. Tasikmalaya telah merasakan pahitnya bencana, dan kini saatnya bagi kita semua untuk belajar dari pengalaman tersebut dan membangun masa depan yang lebih tangguh dan resilien. Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem mitigasi bencana yang ada dan melakukan perbaikan yang diperlukan. Selain itu, perlu ada peningkatan koordinasi antara berbagai instansi terkait, termasuk pemerintah daerah, BPBD, TNI, Polri, dan organisasi kemasyarakatan. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penanganan bencana dan mengurangi risiko kerugian jiwa dan harta benda.

Masyarakat Tasikmalaya, khususnya warga Sukaresik, membutuhkan dukungan dan perhatian yang lebih besar dari pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Mereka telah kehilangan rumah, harta benda, dan bahkan nyawa orang yang mereka cintai. Namun, di tengah kesedihan dan kepedihan, mereka tetap menunjukkan semangat pantang menyerah dan harapan untuk membangun kembali kehidupan yang lebih baik. Semoga bantuan yang diberikan dapat meringankan beban mereka dan memberikan mereka kekuatan untuk menghadapi masa depan yang tidak pasti. Semoga Tasikmalaya dapat segera pulih dari bencana ini dan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain dalam menghadapi tantangan bencana alam. Kita semua berharap agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan dan masyarakat Tasikmalaya dapat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan. Penting juga bagi pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan program-program mitigasi bencana. Dengan melibatkan masyarakat, diharapkan program-program tersebut dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat, sehingga lebih efektif dan berkelanjutan.

Bantuan jangka panjang juga perlu dipikirkan, tidak hanya berupa bantuan darurat. Masyarakat Tasikmalaya membutuhkan bantuan untuk membangun kembali rumah mereka, memulihkan mata pencaharian mereka, dan mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan. Pemerintah perlu menyediakan program-program pelatihan keterampilan dan bantuan modal usaha untuk membantu masyarakat memulihkan ekonomi mereka. Selain itu, perlu ada program-program sosial untuk membantu masyarakat yang paling rentan, seperti anak-anak yatim, janda, dan penyandang disabilitas. Dengan memberikan bantuan jangka panjang, diharapkan masyarakat Tasikmalaya dapat benar-benar bangkit dari bencana ini dan membangun kehidupan yang lebih baik. Semoga kisah tentang ketangguhan masyarakat Tasikmalaya ini dapat menginspirasi kita semua untuk saling peduli dan membantu sesama dalam menghadapi kesulitan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *